Selama ini, sebelum diberlakukan otonomi daerah, laut tidak pernah mendapatkan perhatian dari kita. Sekarang, setelah otonomi daerah, laut menjadi perhatian banyak pihak. Batas wilayah di laut menjadi perhatian karena memiliki keterkaitan dengan DAU (Dana Alokasi Umum) dan/atau DAK (Dana Alokasi Khusus).
Permasalahan batas wilayah laut mungkin tidak pernah selesai, jika definisi batas wilayah laut tidak dijabarkan secara jelas ke dalam undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang ada. Misalnya, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, antara pasal 4 ayat 2 dan pasal 18, terdapat batasan wilayah yang saling bertentangan. Pada pasal 4 ayat 2, batas wilayah laut berdasar prinsip batas negara kepulauan yang mengacu pada prinsip UNCLOS, yang berlaku untuk suatu negara. Sedangkan pada pasal 18, secara definitif batas wilayah untuk provinsi adalah 12 mil laut, dan 4 mil laut di dalamnya merupakan kewenangan kabupaten. Permasalahan ini merupakan PR bagi para pembuat undang-undang. Demikian papar Sobar Sutisna, Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL, menjawab pertanyaan dari beberapa anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
Masalah batas wilayah ini menjadi salah satu topik yang menarik perhatian para anggota Panitia Ad Hoc (PAH) II DPD RI saat melakukan kunjungan kerja ke BAKOSURTANAL (Jum'at, 07/09/2007). Topik lainnya yang menjadi perhatian mereka yaitu perbedaan luas wilayah antara pusat dan daerah, dan akses publik terhadap data spasial yang terdapat di BAKOSURTANAL.
Pada kunjungan ini, rombongan anggota DPD RI yang berjumlah 30 orang, dipimpin oleh Ketua PAH II Sarwono Kusumaatmadja (DKI Jakarta), meskipun sebelumnya dibuka oleh Hj. Nurmawati Dewi Bantilan (Sulawesi Tengah). Rombongan diterima oleh Kepala BAKOSURTANAL Rudolf W. Matindas, Deputi Bidang IDS (Infrastruktur Data Spasial) Henny Lilywati, Deputi Bidang SDSA (Survei Dasar Sumberdaya Alam) Aris Poniman, Deputi Bidang Pemetaan Dasar Chaerul Hafidin, dan para kepala pusat serta kepala bidang di lingkungan BAKOSURTANAL.
Kunjungan kerja yang berlangsung kurang lebih dua jam tersebut, dirasakan kurang oleh para anggota dewan, karena mereka menemukan beberapa hal yang ingin didiskusikan lebih lanjut. Pada kesempatan ini, mereka meninjau bagian pelayanan publik BAKOSURTANAL di Pusat Pelayanan Jasa dan Informasi. Di ' showroom' BAKOSURTANAL dijelaskan oleh Kepala Pusat Pelayanan Jasa dan Informasi (Pusjasinfo) Diah Kirana, tentang bagaimana cara perolehan data, ketersediaan peta rupabumi Indonesia, dan lainnya.
Rombongan selanjutnya ke Pusat Pemetaan Batas Wilayah, yang disambut langsung oleh Sobar Sutisna, Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah. Di sini, banyak sekali diskusi tentang batas negara, baik berupa bentuk batas negara Indonesia, perundingan yang telah disepakati dengan negara-negagra tetangga, klaim batas landas kontinen, maupun tugu atau tapal batas antara Indonesia-Timor Leste yang kebetulan ada replikanya.
Waktu kunjungan yang singkat tersebut diakhiri di Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut (PSSDAL). Di pusat ini, para wakil daerah disambut oleh Kepala PSSDAL Suwahyuono. Di pusat survei laut ini dijelaskan bagaimana survei sumberdaya alam laut dilakukan di Pulau Makalehi (Januari 2007), yang termasuk salah satu pulau kecil terdepan bagian dari wilayah Indonesia. Pulau yang terletak di bagian utara Sulawesi Utara, memiliki keunikan yang khas, di tengahnya terdapat danau kawah (crater) dan memiliki potensi aktif, karena pada salah satu bagian danau ditemukan gelembung-gelembung yang disinyalir memiliki keterkaitan dengan perut bumi.
Mendapatkan beberapa penjelasan sedemikian rupa, para wakil daerah berharap dapat lebih intensif berhubungan dengan BAKOSURTANAL, terutama terkait dengan data spasial. Para anggota PAH II DPD RI ini juga mengharapkan agar BAKOSURTANAL dapat membantu daerah meyelesaikan permasalahan batas wilayahnya, dan membangun persepsi yang sama dengan pemerintah pusat tentang luas daerah. AC