Jumat, 01 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 01 November 2024   |   WIB
70% ZEE Indonesia Tak Diakui

Perundingan Penetapan Batas Teritorial dengan Singapura Akhir Maret

Sumber : Kompas

Meski ketentuan interna- sional tentang Zona Ekonomi Eksklusif atau UNCLOS 1982 telah dirati- fikasi dan mulai berlaku tahun 1994, 70 persen ZEE Indonesia belum disepakati negara tetangga.

Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Sobar Sutisna, Jumat (2/3) di Jakarta, menjelaskan, ZEE yang belum disepakati berada di perbatasan dengan negara Timor Leste, Palau, Filipina, Vietnam, Thailand, dan India. Sejauh ini kesepakatan batas ZEE tercapai dengan pihak Australia dan Papua Niugini. Dalam atau United Nations Convention on the Law of the Sea, ZEE didefinisikan sebagai hak berdaulat atas pengelolaan sumber kekayaan alam pada kolom air.

Selain ZEE, lanjut Sobar yang juga sebagai Ketua Technical Working Group Batas Maritim Indonesia, ada dua batas yuridiksi maritim yang belum terselesaikan, yaitu batas laut teritorial dan batas landas kontinen.

Meski batas landas kontinen telah ditetapkan berdasarkan Konvensi PBB tahun 1958, tetapi proses tersebut belum terselesaikan hingga kini. Untuk landas kontinen sekitar 30 persen yang belum disepakati, yaitu yang berbatasan dengan Filipina, Palau, dan Timor Leste.

Selain itu, sampai kini pihak Indonesia belum mencapai kesepakatan tentang batas laut teritorial dengan tiga negara, yaitu Singapura, Malaysia, dan Timor Leste. Panjangnya mencapai 40 persen dari seluruh batas yuridiksi maritim Indonesia.

Batas laut teritorial dengan Malaysia yang belum terselesaikan ada di tiga wilayah, yaitu yang berada di Selat Malaka sepanjang 17 mil laut; 12 mil laut di Tanjung Datuk, Kalimantan Barat; dan 18 mil di Sebatik, Kalimantan Timur. Sedangkan dengan Timor Leste, Pemerintah Indonesia belum menyepakati lebih dari 100 mil panjang batas laut teritorial.

Sementara itu berdasarkan perjanjian tahun 1973 tentang batas wilayah antara Singapura-Indonesia telah ditetapkan enam titik pangkal yang berada di sebelah barat hingga timur Pulau Batam. Bila dilihat dari sisi Singapura, titik pangkal itu berada di Sultan Shoul hingga ke timur Singapura atau sebelah barat Changi. Titik-titik ini sudah definit, tidak terpengaruh dengan perluasan wilayah Singapura karena reklamasi.

Bagian yang kini dipermasalahkan adalah ada di bagian barat sepanjang 14 mil. Sedangkan di sebelah timur meliputi garis batas sepanjang 28 mil.

Pembicaraan penetapan batas wilayah antara Singapura dan Indonesia telah dimulai lagi tahun lalu. Pihak Singapura hanya menyepakati penetapan wilayah barat. "Pembahasan lebih lanjut dijadwalkan akhir Maret ini," ujar Sobar.

Untuk pembahasan batas wilayah dengan Singapura, terutama di bagian barat, Indonesia berpegang pada peta yang dibuat tahun 1973. Sedangkan Singapura saat ini meminta dilakukannya survei kembali.

Penyelesaian masalah ini diakui tidak dapat ditetapkan target waktunya. Karena harus dicapai kesepakatan kedua belah pihak dan kesiapan negara tetangga, urai Sobar.

Namun bila perundingan dengan Singapura tentang batas wilayah tetap buntu, langkah yang mungkin ditempuh Indonesia adalah mengajukannya ke International Tribunal for the Law of the Sea di Hamburg, Jerman. "Dalam mahkamah internasional ini bisa salah satu pihak saja yang mengajukan kasusnya," katanya. Dalam hal ini ia optimistis Indonesia memperoleh hak kedaulatan atas batas wilayah itu.

Di antara perundingan batas wilayah dengan enam negara tetangga, Sobar melihat penetapan batas wilayah paling cepat dapat terealisasi dengan Filipina, yang telah menyatakan kesediaannya untuk penyelesaian proses ini. Pembicaraan kedua belah pihak untuk penetapan batas wilayah di Laut Sulawesi telah dimulai tahun 1994.

Sementara itu penetapan batas wilayah dengan Palau belum dapat dilakukan karena Indonesia belum memiliki hubungan diplomatik dengan negara kecil di Pasifik ini. Saat ini pihak perunding dari Indonesia menunggu persetujuan dari DPR untuk membuka hubungan diplomatik dengan Palau.

Ia melihat berlarut-larutnya penyelesaian masalah perbatasan karena tidak adanya keseriusan kita dalam menjaga wilayah terluar. "Mereka ogah-ogahan untuk menyelesaikan soal penetapan garis batas maritim, karena tidak ada pressure dari pihak terkait di pihak Indonesia," tutur Sobar. Karena itu ia menyambut baik pengerahan patroli TNI AL di perbatasan dengan Singapura, beberapa hari lalu. (YUN)