Bertempat di Hotel Millenium Jakarta, selama dua hari berturut-turut pada tanggal 3-5 Juli 2012 telah dilaksanakan Acara Temu Karya Nasional Neraca Sumberdaya Alam. Acara temu karya ini baru pertama kali diadakan oleh BIG bekerja sama dengan Ditjen Bina Bangda Kemendagri serta Kelompok Kerja (POKJA) Pusat Penyusunan Neraca. Acara temu karya dihadiri oleh peserta dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, terutama Bappeda dan dinas terkait sumberdaya alam, seperti Dinas Kehutanan dan Pertambangan, Dinas PU pengairan serta kelompok kerja pusat penyusanan neraca Sumberdaya Alam yang berasal dari Kementerian kehutanan, kementerian ESDM, Badan Pertanahan nasional (BPN) dan Kementerian PU.
Acara pembukaan diawali pengarahan dan sambutan oleh Endah murni Ningtyas, selaku Deputi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Bappenas, dilanjutkan sambutan dari sekjen Kemendagri yang diwakili oleh Sofyan Abubakar, selaku Direktur Fasilitasi Penata Ruangan dan Lingkungan Hidup dan di akhiri dengan pengarahan sekaligus pembukaan oleh Priyadi Kardono, selaku Deputi IGT BIG.
Dalam sambutannya, Priyadi Kardono, yang mewakili Kepala BIG menyampaikan bahwa Persoalan sumberdaya alam adalah persoalan pembangunan berkelanjutan dan persoalan warisan kepada generasi berikut. Pembangunan berkelanjutan harusnya tidak boleh berdampak pada perusakan pranata sosial dan lingkungan Terbitnya Instruksi Presiden No. 10 tahun 2011 tentang moratorium hutan dan gambut adalah merupakan respon terhadap keprihatinan pemerintah atas tatakelola SDA di Indonesia, terutama terkait dengan pemanfaatan hutan dan lahan gambut. Untuk menjawab permasalahan tersebut diperlukan instrumen yang bisa menghitung potensi dan pemanfaatan sumberdaya alam serta valuasinya. Instrumen ini secara luas lazim dikenal dengan Neraca Sumberdaya Alam (NSDA).
Acara Temu Karya berisi presentasi dari beberapa nara sumber antara lain Bappenas yang berbicara tentang kebijakan pembangunan nasional berbasis spasial, Ditjen Bangda berbicara tentang kelembagaan dalam penyusunan neraca, BIG tentang kebijakan one map, Kementerian Kehutanan tentang penyusunan neraca sumberdaya hutan, Kementerian PU tentang neraca air dan BPN tentang neraca penatagunaan tanah. Selain pembicaraan mengenai kebijakan penyusunan neraca fisik sumberdaya, disampaikan tentang penyusunan neraca non fisik berupa neraca moneter atau lebih dikenal sebagai neraca valuasi sumberdaya alam (NRA) yang diwakili oleh BPPT, Kementerian Lingkungan Hidup dan IPB. Beberapa daerah juga menyajikan pengalaman mereka dalam menyusun neraca sumberdaya alam. Dalam salah satu paparannya Nurwadjedi, Kepala Pusat Survei Sumberdaya Alam Darat) menyampaikan bahwa kebijakan one map atau satu peta dimaksudkan untuk menyatukan keberagaman peta neraca sumberdaya alam.
Acara Temu Karya Nasional Neraca Sumberdaya Alam ini digagas oleh BIG dengan menggandeng Kementerian dalam negeri yang memfasilitasi peserta daerah. Menurut Mulyanto Darmawan, Kepala Bidang neraca Sumberdaya Alam, selaku panitia pelaksana kegiatan temu karya, dari temu karya ini diharapkan dapat dibangun sinergi antar para pelaku, pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan terkait dengan SDA sebagai wujud implementasi peraturan perundangan yang berlaku. Serta dapat dibangun kesepakatan penyusunan NSDA yang memanfaatkan data spasial untuk optimalisasi tatakelola SDA, ataupun pemanfaatan teknologi untuk NSDA.
Beberapa saran dan pertanyaan menarik selama diskusi antar yang menjadi pekerjaan rumah bagai pokja pusat neraca termasuk kemendagri adalah sejauh mana penyusunan neraca SDA daerah dapat secara langsung digunakan sebagai instrumen pengendalian pengelolaan sumberdaya alam. Karena berbagai kasus pengambilan mineral dan batubara sepertinya tiada batas, sehingga perusahaan mengeksplotasi tiada henti setiap harinya. Selain itu disampaikan usulan agar penggunaan satuan ekologi (ecoregion) dalam penyusunan neraca agar lebih mewakili sebaran sumberdaya alam yang sebenarnya tidak dapat dibatasi oleh administrasi.
Oleh: Tommy Nautico