Undang-Undang No.4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial (UU-IG) merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang penyelenggaraan Informasi Geospasial di Indonesia. Undang-Udang ini lahir untuk menjawab segala permasalahan bangsa terkait dengan ketersediaan Informasi Geospasial sebagai dasar pengambilan keputusan dalam pembangunan, baik penataan ruang/wilayah, kebencanaan, pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumbedaya lainnya. Dengan demikian dapat dicapai optimalisasi pembangunan yang merata dan tepat sasaran bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Informasi Geospasial sebagai data geospasial yang sudah diolah dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan dan/atau pelaksanan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian. Pelaksanaan UU-IG mampu menjamin ketersedian IG yang akurat, dapat dipertanggung jawabkan dan mudah diakses oleh masyarakat.
Terkait dengan hal tersebut diatas Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerjasama dengan Bappeda Provinsi Papua menyelenggarakan Workshop Geospasial dengan tema “Informasi Geospasial Mendukung Pelaksanaan Program MP3EI”. Workshop yang diselenggarakan di Jayapura ini dibuka secara resmi oleh Asisten III Bidang Umum Propinsi Papua, Drs. Waryoto¸M.Si mewakili Gubernur Papua. Gubernur Papua dalam sambutan yang dibacakan oleh Asisten III Bidang Umum, Drs. Waryoto, M.Si mengatakan, Dalam rangka membangun infrasruktur data spasial, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, setidaknya ada 5 (lima) komponen utama yang dibutuhkan, yaitu data, peraturan perundangan, teknologi, standar, dan kelembagaan. Pengesahan UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam upaya perwujudan infrastruktur data spasial di tingkat nasional dengan menerapkan asas keterbukaan. Hadirnya UU-IG merupakan satu jaminan yang melengkapi hak dalam memperoleh informasi untuk meningkatkan kualitas pribadi dan kualitas lingkungan sosial sebagaimana dituangkan pada Pasal 28F, UUD 1945. Lahirnya UU-IG juga didedikasikan untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya di negeri ini bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, di masa kini dan masa yang akan datang, sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
UU-IG memuat prinsip penting, bahwa informasi geospasial dasar (IGD) dan secara umum informasi geospasial tematik (IGT) yang diselenggarakan instansi pemerintah dan pemerintah daerah bersifat terbuka. Semangat UU ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Artinya segenap WNI (Warga Negara Indonesia) dapat mengakses dan memperoleh IGD dan sebagian besar IGT untuk dipergunakan dan dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat pun dapat berkontribusi aktif dalam pelaksanaan penyelenggaraan IG, sehingga diharapkan industri IG dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sementara itu segenap penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah yang terkait dengan geospasial (ruang-kebumian) wajib menggunakan IG yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Provinsi Papua memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah. Oleh karena itu, keberadaan peta dan informasi geospasial yang akurat, kredibel, dan aksisebel serta dapat dipertanggungjawabkan sangat dibutuhkan untuk menentukan arah dan kebijakan di tingkat pemerintah daerah. Pengaturan informasi geospasial juga dibutuhkan sebagai sistem pendukung pengambilan kebijakan dalam rangka mengoptimalkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan nasional, khususnya pengelolaan sumber daya alam, penyusunan rencana tata ruang, perencanaan lokasi investasi dan bisnis, penentuan batas wilayah, pertanahan dan kepariwisataan juga penanggulangan bencana, pelestarian lingkungan hidup.
Semakin berkembangnya program-program pembangunan di Papua, khususnya program kegiatan prioritas pembangunan yang mendukung visi Papua sebagai “Papua Baru”, peranan informasi spasial sangat dibutuhkan, utamanya dalam pertimbangan penentuan kluster-kluster pembangunan melalui analisa potensi dan keunggulan dari sisi geografis, contohnya seperti Klaster Industri Berbasis Perkebunan dan Pertanian di Kawasan Merauke, dan Klaster Industri Berbasis Pertambangan di Kabupaten Mimika.
Gubernur berharap dengan lahirnya UU-IG ini dapat menjamin kemudahan akses untuk memperoleh IG yang sistematis, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga kebijakan dan pelayanan publik, khususnya yang terkait dengan kebijakan ruang-kebumian, akan lebih akurat dan terpercaya. Selain itu industri IG dapat tumbuh, hingga pemanfaatan IG dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di tanah air, khususnya di Papua. Sementara itu Kepala Pusat Pelayanan Jasa dan Informasi, Dr. Wiwin Ambarwulan M.Sc, mengatakan, dalam penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik setiap penyelenggara wajib mengacu pada Informasi Geospasial Dasar, dalam hal ini Badan Informasi Geospasial sebagaimana amanat UU-IG merupakan Penyelenggara Informasi Geospasial Dasar. Prinsip atau aturan ini diberlakukan untuk menjamin adanya kesatupaduan (Single Referency) seluruh informasi Geospasial yang ada. Sehingga tidak ada lagi kejadian tumpang tindih Informasi Geospasial dan perbedaan referensi geometri pada Informasi Geospasial.
Workshop Geospasial ini dihadiri lebih dari 70 peserta dari SKPD seluruh Provinsi Papua, akademisi dan undangan lainnya. Pemateri Workshop Geospasial diantaranya Kepala Bappeda Provinsi Papua dan pemateri dari Badan Informasi Geospasial serta dari Universitas Sains dan Teknologi Jayapura. Materi workshop diantaranya UU-IG, Pemetaan Dasar Rupabumi, Ina-Geoportal dan Pelayanan Jasa dan Informasi. Pada kegiatan workshop tersebut juga disertai Klinik Geospasial diantaranya mengenai Ina-Geoportal, Pemetaan Dasar Rupabumi, Batas Wilayah, Sumberdaya alam Darat dan Laut serta Diklat dan Geomatika.Selain itu juga ditampilkan beberapa produk Badan Informasi Geospasial dalam bentuk pameran mini.
Oleh: Yudi Irwanto