Medan, Berita Geospasial - Konflik terkait permasalahan tapal batas desa kerap terjadi di seluruh penjuru wilayah Indonesia. Hal ini biasanya disebabkan adanya perbedaan kepentingan dan persepsi.
“Diperlukan pemetaan batas desa yang sesuai dengan titik koordinat dan berdasarkan kesepakatan bersama,” kata anggota DPR Komisi VII Tifatul Sembiring saat menjadi narasumber `Sosialisasi Pemetaan Batas Wilayah Desa/Kelurahan` yang dilaksanakan Badan Informasi Geospasial (BIG) di Medan, Sumatera Utara pada Minggu, 26 November 2023.
Pada kesempatan ini, Tifatul memaparkan materi bertajuk `Pemetaan Wilayah dan Batas Desa menurut UU: Memahami Landasan Hukum dan Mengoptimalkan Potensi`. Ia menuturkan, konflik juga sering dipicu perbedaan pendapat tentang penggunaan peta dasar sebagai acuan penetapan dan penegasan batas desa.
Sugeng Prijadi, Widyaiswara Utama BIG, menjelaskan lebih lanjut bahwa penggunaan peta dasar yang berbeda dapat menyebabkan terjadinya tumpang tindih penggunaan ruang. Hal tersebut biasanya terjadi karena setiap kementerian/lembaga (K/L) maupun pemerintah daerah membuat dan menggunakan peta dasar sendiri.
“Disinilah peran BIG dalam mengantisipasi permasalahan tumpang tindih dalam penggunaan ruang karena adanya perbedaan batas wilayah. Sebab, BIG memiliki tugas sebagai penyelenggara informasi geospasial dasar,” terang Sugeng.
Sebagai informasi, `Sosialisasi Pemetaan Batas Wilayah Desa/Kelurahan` dilaksanakan Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP) BIG yang bersinergi dengan Pusat Pemetaan Batas Wilayah. Kegiatan diikuti 150 peserta dari perwakilan perangkat desa, mahasiswa, dan tokoh masyarakat.(PKLP/NIN)