Jumat, 08 November 2024   |   WIB
en | id
Jumat, 08 November 2024   |   WIB
Diskusi Percepatan Penetapan Batas Desa Lewat Seri Webinar BIG?

Cibinong, Berita Geospasial – Persoalan lahan dan tapal batas antardesa sering menjadi sorotan akhir-akhir ini. Permasalahan batas desa ini mulai mengemuka setelah munculnya kebijakan pemerintah terkait otonomi daerah dan penguatan pemerintahan desa.

“Ketidakjelasan batas wilayah dapat menyebabkan ketidakjelasan kegiatan administrasi pemerintahan. Batas desa yang belum jelas, juga juga dapat menimbulkan kerugian materiil dan nonmateriil cukup besar,” kata Plt. Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW) Badan Informasi Geospasial (BIG) Astrit Rimayanti mengawali paparannya pada Geospatial Webinar Series (GWS) seri #06 pada Jumat, 26 Juni 2020.

GWS seri #06 mengangkat tema `Pemetaan Batas Desa: Permasalahan dan Alternatif Solusinya`. Pada kesempatan ini, Astrit menegaskan bahwa untuk menuju good governance, diperlukan batas administrasi suatu wilayah yang jelas agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan.

“Ketidakteraturan tata ruang sebuah daerah, dapat berakibat pada ketidakjelasan pembayaran pajak hasil bumi, bagi hasil kegiatan pertambangan, migas, dan lain-lain,” ucapnya.

Saat ini tercatat baru 1.126 desa di Indonesia yang memiliki batas secara definitif. Sedangkan, 79.063 desa masih bersifat indikatif dan 3.247 lainnya masih belum diketahui statusnya.

“Dari jumlah tersebut, berarti masih kurang dari satu persen desa di Indonesia yang memiliki batas definitif. Karenanya, sangat diperlukan percepatan penentuan batas desa menjadi definitif,” terang Astrit.

BIG, lanjut Astrit, telah melakukan upaya percepatan pemetaan batas desa/kelurahan. Sebagai instansi teknis dan anggota tim penetapan penegasan batas desa pusat, BIG mempunyai tugas menyiapkan kebijakan umum terkait teknis dan melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap teknis penetapan dan penegasan batas desa.

“Langkah yang dilakukan BIG ini sejalan dengan Kebijakan Satu Peta (KSP) yang mengamanatkan setiap kepala daerah wajib melakukan percepatan penetapan batas desa, yang mana teknis pelaksanaanya dikoordinasikan dengan BIG,” jabarnya.

Strategi percepatan penegasan batas desa/kelurahan yang dilakukan BIG, antara lain menyediakan produk hukum dengan mendetailkan peta dasar; penyediaan sistem WebGIS untuk mempermudah penegasan batas desa/kelurahan yang dapat diakses langsung oleh kepala desa/lurah; menyediakan batas desa indikatif; serta memfasilitasi bimbingan teknis kegiatan penetapan dan penegasan batas desa/kelurahan secara kartometrik.

“BIG telah melakukan delineasi secara kartometrik sejak 2013 untuk penyediaan data Informasi Geospasial (IG) terkait batas desa/kelurahan. Data hasil delineasi tersebut kemudian dikompilasi, termasuk data dari pemerintah daerah,” terangnya.

Setelah tahap kompilasi, dilakukan sinkronisasi data yang berasal dari beberapa sumber berbeda, agar menghasilkan data seamless. Tahapan terakhir yang dilakukan adalah mendistribusikan data hasil sinkronisasi ke daerah untuk selanjutnya dilakukan penegasan batas.

“Dalam rangka mendukung percepatan penegasan batas desa, kami sudah membuat rancangan peraturan BIG yang di dalamnya mengatur tentang resolusi dan ketelitian untuk menarik garis batas menggunakan citra satelit resolusi tinggi. Kami juga mengatur ketentuan tambahan yang digunakan ketika menggunakan citra dengan kualitas tertentu,” jelas Astrit.

Diharapkan, penetapan batas desa selesai pada 2024. Sehingga, tidak lagi terjadi keributan atau saling klaim terkait pemanfaatan lahan dan batas wilayah. (NIN/MAD)