Kamis, 14 November 2024   |   WIB
en | id
Kamis, 14 November 2024   |   WIB
BIG Pimpin Pertemuan JIMWG Indonesia-Papua Nugini

Jakarta, Berita Geospasial - Bak sebuah rumah, ada batas tertentu untuk menentukan wilayah suatu negara. Sebuah negara juga memiliki batas-batas yang jelas yang menentukan wilayah di mana pemerintah negara memiliki wewenang untuk membuat dan menegakkan kedaulatannya.

Sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan Informasi Geospasial (IG) di Indonesia, Badan Informasi Geospasial (BIG) memiliki peranan vital dalam pemenuhan aspek teknis batas negara. BIG berperan sebagai ketua forum Joint Implementation Monitoring Working Group (JIMWG) dari Indonesia untuk membahas batas darat antara Indonesia dengan Papua Nugini.

"Hari ini adalah hari bersejarah, ketika kita berkumpul (disini) untuk JIMWG 2024, yang menandai pertemuan pertama sejak kelompok ini tidak aktif pada 2016. Kehadiran kami di sini, didorong oleh niat baik dan dukungan kuat dari kedua belah pihak, menunjukkan komitmen kami untuk memperkuat ikatan antar negara," kata Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah Astrit Rimayanti yang memimpin pertemuan JIMGW antara Indonesia dan Papua Nugini yang digelar di Jakarta, pada Jumat, 7 Juni 2024.

Pada pertemuan ini, disampaikan bahwa batas darat Indonesia dengan Papua Nugini berupa pilar yang biasa disebut Meridian Monument (MM) mulanya hanya ada di 52 titik. Karena batas darat antara Indonesia dengan Papua Nugini terpasang sepanjang 198 kilometer, dengan kondisi pilar yang berdiri tiap 10-60 kilometer, dirasa terlalu renggang sehingga perlu dilakukan densifikasi di seluruh segmen garis batas.

Pertemuan yang dibuka oleh Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW) BIG Astrit Rimayanti ini juga memaparkan bahwa saat ini telah terpasang 214 tapal batas di perbatasan bagian selatan sepanjang 198 kilometer dari total +/- 817 kilometer. Tapal batas inilah yang menjadi `pagar` antara Indonesia dengan Papua Nugini.

BIG setiap tahunnya berprogres merapatkan pilar batas tersebut dan pilar densifikasi. Pada 2019, telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) bersama dengan Papua Nugini. Selanjutnya, pilar densifikasi yang dipasang dari 2020 sampai dengan 2023 menjadi target untuk dapat di MoU kan bersama dengan Papua Nugini di tahun ini.

Pada 2022, telah dibangun 39 pilar antara MM 11.4-MM 11.6 dan MM 13.3-MM 14. Sedangkan pada 2023 terbangun 40 pilar di MM 11.2 - MM 11.5.

Ketua Tim Kerja Tanda Batas Negara Eko Artanto dalam pertemuan tersebut menyampaikan rencana pembangunan pilar di 2024 dan 2025 beserta metode pengukurannya. Menurutnya, sejak 2020 Indonesia telah menggunakan Real Time Precise Point Positioning (RTPPP) dan menyarankan Papua Nugini juga mengimplementasikan metode yang sama.

“Karena (RTPPP) menghasilkan akurasi tinggi sampai satuan centimeter tanpa menggunakan banyak instrumen alat pengukuran, dan tanpa membutuhkan local base station,” jelas Eko.

Jack Bakus, selaku Ketua Delegasi dari Papua Nugini, menyambut saran tersebut dan meminta untuk segera dituangkan dalam Standard Operating Procedures (SOP) densifikasi pada periode 2024-2029. “Apabila Indonesia mengirimkan draft SOP pada 2024, dan (selanjutnya) ditinjau terlebih dahulu oleh Papua Nugini, kemudian SOP Densifikasi pilar bisa mulai (diimplementasikan) dari 2025,” tuturnya.

Saat closing remarks, Kepala PPBW Astrit Rimayanti memberikan apresiasi kepada masing-masing delegasi yang telah bekerja keras dalam pembangunan pilar. Ia juga mendorong untuk dapat dilaksanakan pertukaran data hasil survei densifikasi serta mengadakan pertemuan lanjutan.

Acara ditutup dengan penandatangan Record of Discussion (ROD) oleh ketua delegasi masing-masing negara. (FRH/PBW/NIN)