Jumat, 22 November 2024   |   WIB
en | id
Jumat, 22 November 2024   |   WIB
BIG Bersama Badan Geologi Mitigasi Ancaman Likuefaksi

Gorontalo, Berita Geospasial - Peristiwa mencekam yang terjadi di Palu dan Donggala pada 28 September 2018 masih terawat dalam ingatan. Diawali guncangan gempa bertubi-tubi, bahkan kekuatan tertinggi yang tercatat mencapai 7,4 SR (Skala Richter).

Tidak butuh waktu lama, gelombang tsunami setinggi 1,5 meter menerjang kota yang berada di Teluk Palu itu. Katastrofe di Palu belum berhenti disitu, tanah di beberapa titik tiba-tiba amblas.

Bangunan, kebun, jalan raya, dan infrastruktur lainnya tergulung tanah yang `mencair`. Bencana ini dikenal sebagai likuefaksi.

Likuefaksi merupakan perubahan kondisi tanah yang awalnya solid menjadi cair akibat getaran atau tekanan, seperti yang terjadi selama gempa bumi. Proses ini terjadi ketika air yang terperangkap dalam pori-pori tanah bertekanan tinggi mengurangi kekuatan ikatan antara partikel tanah, menyebabkan tanah kehilangan kekuatannya dan berperilaku seperti cairan.

Biasanya, likuefaksi terjadi pada wilayah dengan kondisi tanah yang berbutir kasar (granular soil). Tanah ini mencakup kerikil, pasir, atau lanau dengan sedikit atau tidak ada kandungan lempung.

Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai pembina penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik (IGT) di Indonesia, berperan penting dalam upaya mitigasi bencana. Bersama dengan Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang merupakan walidata IGT kerentanan likuefaksi, BIG melaksanakan survei lapangan.

Survei lapangan dilaksanakan dalam rangka uji implementasi dokumen IGT kerentanan likuefaksi terstandar di Gorontalo pada 22-24 Mei 2024. “Produk akhirnya nanti adalah surat rekomendasi. BIG dalam hal ini PPIT akan memberikan surat rekomendasi bahwa IGT ini sudah siap berbagi pakai,” jelas Surveyor Pemetaan Madya dari PPIT BIG Sri Lestari.

Ginda Hasibuan, Penyelidik Bumi Madya dari Badan Geologi menjelaskan, survei kerentanan ini merupakan kelanjutan dari Atlas Zona Kerentanan Likuefaksi seluruh Indonesia skala 1:100.000 yang sudah diterbitkan pada 2019.

“Melihat kejadian di Palu beberapa tahun lalu, peta kerentanan likuefaksi dengan skala lebih tinggi akan sangat dibutuhkan. Maka, Badan Geologi dengan didampingi BIG membuat standar pemetaannya agar menjadi SOP terstandar yang bisa dilaksanakan juga oleh pemerintah daerah,” ungkap Ginda. (FRH/NIN)