Cibinong, Berita Geospasial – Badan Informasi Geospasial (BIG) akan menggelar Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial (Rakornas IG) 2024 pada Juni mendatang untuk merumuskan masukan bagi kebijakan strategis nasional, dan input bagi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Mengawali rangkaian Rakornas IG tersebut, pada Senin, 20 Mei 2024, dilaksanakan `Kick Off Meeting Geospatial Nusantara Roadshow (GNR)` secara daring.
“Kegiatan Kick Off Meeting ini dilangsungkan untuk menginformasikan kepada kementerian/lembaga (K/L) melalui unit kerja yang berhubungan dengan IG, bahwa BIG akan melaksanakan GNR sebagai bagian dari rangkaian Rakornas IG 2024. Kami akan melakukan konfirmasi terkait dengan roadshow yang akan dilakukan, terutama untuk waktu pelaksanaan, kehadiran unit kerja terkait beserta jajaran pimpinan tinggi pratama maupun madya, dan juga PIC (person in charge) yang ditugaskan untuk melakukan komunikasi,” ungkap Sekretaris Utama BIG Belinda Arunawarti Margono saat membuka Kick Off Meeting GNR.
GNR dilaksanakan untuk mendapatkan masukan terkait isu strategis dalam penyelenggaraan IG nasional. GNR akan dilaksanakan pada 21-31 Mei 2024 di delapan K/L yang memiliki peran besar dalam penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik (IGT).
“GNR ini akan dilaksanakan pararel dengan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) pada lima regional, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku-Papua, dan Jawa-Bali-Nusa Tenggara,” imbuh Belinda.
Lebih lanjut, Deputi Bidang IGT Antonius Bambang Wijanarto selaku Ketua Rakornas IG 2024 mengungkapkan bahwa Rakornas IG kali ini mengambil tema `Menuju Indonesia Emas dengan Informasi Geospasial yang Holistik, Integratif, dan Berkelanjutan`. Tema tersebut dipilih karena Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar berupa pembangunan nasional berbasis IG dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
“Kondisi ekosistem geospasial saat ini menunjukkan adanya kemajuan dalam beberapa aspek, seperti pengembangan aplikasi dan upaya sinkronisasi program. Namun, masih terdapat banyak tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah ketersediaan peta dasar skala besar yang saat ini hanya 2,6 persen dari total luas Indonesia,” ujar Anton.
Anton berharap, di masa depan dapat terjadi peningkatan nilai dari IG menjadi knowledge geospatial yang terintegrasi dengan ekonomi digital, sosial kependudukan, analisis geospasial, data, dan teknologi. Dengan mengatasi tantangan yang ada dan memanfaatkan teknologi serta data yang tersedia, geospatial knowledge dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pembangunan yang lebih holistik, integratif, dan berkelanjutan di Indonesia.
Koordinator Sistem Informasi dan Data Regional Bimo Fachrizal Arvianto dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) yang turut hadir mengungkapkan bahwa saat ini ada beberapa aplikasi terkait penggunaan data IG, seperti tanahair.indonesia.go.id, ina.sdi.or.id, dan geoportal.big.go.id.
“Nantinya harus ditentukan mana yang akan diangkat menjadi one stop shop untuk data IG Dasar (IGD) dan IGT nasional. Beragamnya sistem informasi yang digunakan berbagai instansi penyedia data IG ini, menjadi permasalahan yang juga harus mendapatkan perhatian khusus,” tegas Bimo. (NIN/LR)