Rabu, 13 November 2024   |   WIB
en | id
Rabu, 13 November 2024   |   WIB
Perkawinan Data BKKBN dan Data Spasial, Efeknya Luar Biasa

Jakarta, Berita Geospasial - Jepang telah menerapkan concept of society 5.0 berbasis lokasi. Concept of society 5.0 ini memungkinkan manusia menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk memenuhi kebutuhan dan mempermudah kehidupan manusia.

Tentunya, untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi ini diperlukan data dan informasi. Data BKKBN, seperti data keluarga miskin, data tengkes (stunting), dan lainnya, akan sangat luar biasa efeknya jika dapat diintegrasikan dengan koordinat atau titik lokasi. Pernyataan ini diungkapkan oleh Kepala Pusat Standarisasi dan Kelembagaan Badan Informasi Geospasial (BIG) Sumaryono pada Koordinasi Penyelenggaraan, Pengembangan dan Pemanfaatan Data dan Informasi Geospasial, yang dihelat oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Cawang, Jakarta Timur (28/02).

"Sebaiknya BKKBN membangun dan tergabung di dalam Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN) sehingga nantinya data dari BKKBN dapat mengalir runut dari unit produksi, unit pengolah data, unit clearing, dan unit publikasi. Untuk membangun simpul jaringan, maka perlu memperhatikan 5 pilar, yaitu Kebijakan, Kelembagaan, SDM, Teknologi, dan Standar," lanjut Sumaryono.

Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas BIG Khafid menyarankan agar dilakukan konektifitas data dari BKKBN dengan data spasial, dimana infratrukturnya telah dibangun. Dengan begitu, data yang tersedia akan dapat dimanfaatkan dan mengalir dengan baik.

Di dalam Undang-Undang Informasi Geospasial, penyelenggaraan Informasi Geospasial terdiri dari pengumpulan Data Geospasial (DG), pengolahan DG dan Informasi Geospasial (IG), penyimpanan dan pengamanan DG dan IG, penyebarluasan DG dan IG, dan penggunaan IG. Posisi BKKN berada di penyebarluasan dan penggunaan IG.“Pemanfaatan IG adalah muara dari penyelenggaraan IG, dan dalam pemanfaatan yang banyak, akan melebihi dari data itu sendiri, apalagi jika dikombinasikan dengan data-data lainnya,”tambah Khafid.

Direktur Teknologi Informasi dan Data (BKKBN) Mahyuzar menyampaikan bahwa selama ini BKKBN telah memiliki data hingga level keluarga. Data tersebut diproduksi dari pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan dikolektifkan ke pusat di BKKBN.


"Dalam prosesnya ada validasi untuk mengukur keakurasian data. Salah satu data yang sangat menjadi perhatian, khusus oleh Wakil Presiden, terkait dengan data kemiskinan ekstrim. Data ini sangat diperlukan untuk tindak lanjut negara dalam intervensi pengentasan kemiskinan,”pungkas Wahyuzar.

BIG dan BKKBN juga telah membangun dashboard stunting dan keluarga beresiko stunting (https://geoportal.big.go.id/webapp/dashboard-stunting/). Aplikasi ini mengintegrasikan data risiko tengkes (stunting) dalam bentuk spasial dan telah mendapatkan apresiasi dari Presiden, untuk itu perlu dikembangkan lebih lanjut untuk seluruh wilayah Indonesia.

Data dari BKKBN memiliki peran penting dalam SDGs. Data individu dan keluarga dengan tingkat kemiskinan ekstrim yang sifatnya berupa statistik, akan lebih memiliki nilai yang sangat strategis jika berbasiskan lokasi atau spasial. Program penanganan dan pengentasan kemiskinan nasional dapat dilakukan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. (AC/MN)