Minggu, 24 November 2024   |   WIB
en | id
Minggu, 24 November 2024   |   WIB
Pentingnya Perlindungan Hukum dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Cibinong, Berita Geospasial - Pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah mutlak dilakukan untuk mendukung berbagai kegiatan. Tentunya hal ini harus dilaksanakan berdasarkan prosedur yang berlaku.

"Di dalam kegiatan pengadaan barang atau jasa di Bada Informasi Geospasial (BIG), terkadang terjadi kendala. Oleh karena itu, perlindungan hukum bagi pelaku pengadaan barang atau jasa mutlak diperlukan," kata Sekretaris Utama BIG Muhtadi Ganda Sutrisna saat memberikan sambutan di acara Geospatial Law Series (GLS) sesi pertama yang diadakan secara daring yang diadakan secara daring pada Kamis, 20 Oktober 2022.

GLS merupakan acara yang diinisiasi Biro Perencanaan, Kepegawaian, dan Hukum (PKH) BIG sebagai upaya pencegahan dan penyelesaian masalah hukum dalam pengadaan barang dan jasa, Penyuluhan hukum ini dipandang penting, karena BIG sebagai salah satu unsur penggerak roda pemerintahan di bidang informasi Geospasial (IG).

Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Mahkamah Agung, Risma Ansyari yang hadir sebagai narasumber mejelaskan definisi pelaku pengadaan barang dan jasa menurut Pasal 8 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo Perpres Nomor 12 Tahun 2021. Ada delapan kategori yang bisa disebut pelaku pengadaan barang dan jasa, yaitu Pengguna Anggaran (PA); Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Pejabat Pengadaan; Pokja Pemilihan; Agen Pengadaan; Penyelenggara Swakelola; Penyedia.

“Setiap peran memiliki tugas dan kewenangan masing-masing,” ujar Risma.

Risma menjelaskan, ketentuan pidana terkait pengadaan adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pelakunya dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.

“Pelaku juga dapat dikenai denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Ketentuan ini berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” terangnya.

Pada kesempatan ini, Risma juga memberikan sejumlah contoh putusan hakim terkait pengadaan barang atau jasa sebagai studi kasus.

Sebagai informasi, GLS seri pertama diikuti 60 peserta yang dalam praktik pekerjaannya terkait dengan pengadaan barang atau jasa di BIG. (ATM/NIN)