Jakarta, Berita Geospasial – Wilayah pesisir menjadi kawasan paling rawan berpotensi amblas atau penurunan muka tanah (subsiden). Di banyak kota pesisir, tanah surut lebih cepat daripada kenaikan permukaan laut.
“Berdasarkan penelitian yang dipublikasi beberapa tahun ke belakang, besaran penurunan muka tanah berada pada range lima sampai dengan 50 milimeter per tahun. Hal ini dapat membahayakan masyarakat yang hidup di area pesisir,” ucap Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Muh Aris Marfai saat membuka acara ‘The 17th Working Group Meeting on The Study of Tides and Sea Level Change and Its Impacts on Coastal Environment in The South China Sea’ yang diadakan di Jakarta pada Selasa, 23 Agustus 2022.
Pertemuan kelompok kerja studi pasang surut dan dinamika muka laut tahun ini mengusung tema tentang penurunan muka tanah di area pesisir wilayah Laut Cina Selatan. Delegasi dari negara-negara di kawasan Laut Cina Selatan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk menemukan cara mitigasi fenomena penurunan muka tanah di kegiatan ini.
“Kolaborasi lebih lanjut antara peserta diharapkan dapat terjalin untuk mendapatkan manfaat dan mengantisipasi penurunan muka tanah di area pesisir,” harap Aris.
Aris menegaskan, bahwa proses penurunan muka tanah berlangsung sangat pelan, namun pasti. Jika tidak diantisipasi dan dicari upaya yang lebih serius untuk mengatasi persoalan tersebut, maka dampaknya akan sangat merugikan.
Pada sesi presentasi, delegasi masing-masing negara diberikan waktu untuk menyampaikan presentasi. Heri Andreas dari Indonesia memaparkan tentang `Land Subsidence and Sea Level Rise Causing Coastal Inundation in the Coastal Lowlands of Indonesia`. Ia menjelaskan bahwa kenaikan muka air laut terjadi di sejumlah pesisir di Indonesia.
“Lebih dari 112 wilayah pesisir saat ini perlahan tenggelam akibat kenaikan muka air laut dan penurunan permukaan tanah. Hal ini tidak hanya terjadi di wilayah pesisir Pulau Jawa, tetapi juga terjadi di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi,” terang Heri yang juga menjabat sebagai Kepala Laboratorium Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB).
Menurut data, lanjut Heri, kenaikan muka air laut kurang dari 1 centimeter per tahun. Namun, penurunan muka tanah mencapai 20 centimeter per tahun.
“Jutaan hektare wilayah pesisir terancam tenggelam dengan kerugian diperkirakan lebih dari Rp1.000 triliun rupiah. Pemangku kepentingan telah membangun tanggul dan konservasi mangrove tetapi hal ini bukan menjadi solusi terbaik karena laju penurunan tanah yang begitu tinggi,” tegasnya.
Manajemen risiko yang lebih baik harus segera dilakukan untuk menghindari tenggelamnya wilayah pesisir. Pemerintah dan masyarakat harus bahu-membahu mengurangi risiko penurunan tanah.
Sebagai informasi, ‘The 17th Working Group Meeting on The Study of Tides and Sea Level Change and Its Impacts on Coastal Environment in The South China Sea’ diikuti 79 peserta dari 11 negara, yaitu Brunei Darussalam; Kamboja; Cina; Indonesia; Malaysia; Myanmar; Cina Taipei; Thailand; Filipina; dan Viet Nam. (PJKGG/NIN)