Selasa, 12 November 2024   |   WIB
en | id
Selasa, 12 November 2024   |   WIB
Peran Konektivitas Geospasial Digital dalam Hadapi Smart Society 5.0

Bandung, Berita Geospasial -Ajang South East Asian Survey Congress (SEASC) ke-16yang berlangsung di Kota Bandung telah memasuki hari kedua pada 3 Agustus 2022. SEASC ke-16 ini merupakan hasil kolaborasi Badan Informasi Geospasial (BIG), Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), Institut Teknologi Nasional Bandung (Itenas), serta Asosiasi Perusahaan Survei Pemetaan dan Informasi Geospasial (APSPIG).

Tema `The Role of Geospatial Information and Industry for Improving Regional Connectivity Towards ASEAN Sustainable Development Goals` dipilih dalam rangka membangun lebih banyak kesadaran akan pentingnya Informasi Geospasial (IG) dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) di tingkat global dan regional. Adapun sesi kali ini bersifat teknis dengan menampilkan beberapa pembicara terkait peningkatan konektivitas digital menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

Para pembicara berasal dari berbagai lembaga dan institusi yang bergerak di bidang geospasial. Mereka memaparkan berbagai perkembangan teknologi terbaru yang digunakan dalam menyelenggarakan pemetaan wilayah, serta peluang dan tantangan yang dihadapi seiring munculnya smart society 5.0, termasuk juga ancaman pandemi COVID-19 yang belum berakhir.

Wakil dari Singapore Land Authority (SLA) David memaparkan teknologi terbaru yang digunakan oleh SLA dalam melakukan perencanaan kota dalam bentuk 3D. Ridwan Sutriadi dari Ikatan Ahli Perencana (IAP) menjabarkan pentingnya peta untuk mendukung perencanaan kota terutama dalam membangun smart city.Sedangkan pembicara ketiga, Deputi Bidang Infrastruktur Badan Informasi Geospasial (BIG) Ibnu Sofian menjelaskan tantangan transformasi geospasial digital.

“Dampak ekonomi karena industri geospasial sangat besar,” ungkap Ibnu kepada peserta yang hadir.

Dipaparkan oleh Ibnu bahwa sektor industri geospasial harus mulai beralih dari hanya penyelenggaraan akuisisi data dan pemetaan, menjadi industri digital berbasis IG. Ibnu menambahkan jika hal ini bisa dilaksanakan melalui servis, apps maupun dalam bentuk startup-startup baru.

“Saat ini kita menghadapi smart society 5.0 dan berbagai ancaman lain seperti pandemi dan perubahan iklim. Untuk itu kita harus mulai mengubah cara pandang dan cara pikir kita dalam melakukan kegiatan geospasial, tidak hanya bergerak di hulu tapi di hilir,” tutur Ibnu.

Seiring dengan semakin cepatnya perkembangan teknologi informasi, kegiatan penyelenggaraan informasi geospasial tidak lagi bergantung pada intervensi manusia dari proses pengolahan data akuisisi sampai menjadi informasi dan knowledge, tetapi, semua tahapan kegiatan dilakukan oleh mesin dengan menggunakan Machine Learning maupun Deep Learning.

“Maka dari itu, hal ini perlu segera diantisipasi dan memerlukan strategi khusus, misalnya dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam memanfaatkan teknologi terkini di bidang geospasial,” jelas Ibnu.

Setelah paparan dari tiga narasumber, acara kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi tanya jawab. Kurang lebih sebanyak 100 peserta memenuhi Ruang Utama pada sesi tersebut. Tak lupa diberikan pula cinderamata kepada para narasumber yang telah memberikan paparannya pada hari itu. (LR/MN)