Bandung, Berita Geospasial - Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam pembangunan pilar kalibrasi untuk Global Navigation Satellite System (GNSS), Total Station dan Electronic Distance Meter (EDM) bertempat di Kampus ITB, Jatinangor.
Stasiun kalibrasi ini merupakan stasiun pertama yang dimiliki oleh Indonesia untuk melakukan standarisasi alat sebelum dimulainya kegiatan survei dan pemetaan, sehingga diharapkan dapat meminimalisir risiko saat pengukuran akibat kesalahan dari instrumen yang digunakan.
Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW) BIG, Astrit Rimayanti, pada Rapat Koordinasi Pembangunan Stasiun Kalibrasi GNSS yang dilaksanakan hari Kamis, 2 Desember 2021 menyampaikan bahwa stasiun kalibrasi ini merupakan salah satu persyaratan yang wajib dilakukan guna memenuhi hasil kesepakatan penyelesaian Outstanding Boundary Problem (OBP) antara Indonesia–Malaysia pada pertemuan ke-42 di Bandung, serta untuk memenuhi hasil kesepakatan pertemuan teknis bulan April 2021 lalu antara tim teknis Indonesia–Malaysia yang merekomendasikan dilaksanakannya Independent GNSS Calibration.
“Selama ini Indonesia belum memiliki stasiun kalibrasi permanen, sehingga dengan pembangunan stasiun ini akan banyak membantu kegiatan perundingan batas darat. Untuk itu perlu dilakukan sinergi dan sosialisasi kegiatan ini agar memiliki daya guna, tidak hanya untuk BIG dan kementerian/lembaga, tapi juga bagi pihak akademisi dan industri geospasial,” ujar Astrit.
Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Irwan Meilano dalam sambutannya sangat mengapresiasi kerja sama pembangunan stasiun kalibrasi ini. Irwan menjelaskan bahwa lokasi pembangunan stasiun kalibrasi yang dilakukan di Kampus ITB Jatinangor ini, memenuhi syarat untuk pembangunan stasiun kalibrasi sesuai dengan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya.
“Merupakan kehormatan bagi kami untuk menjadi bagian dari proses penting dan mendukung kebutuhan nasional. Selain itu, kami juga berharap stasiun ini bisa digunakan untuk keperluan akademik dan penelitian,” tutur Irwan.
Yan Anugrah dari Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG) BIG menambahkan bahwa sebagai tindak lanjut dari pembangunan stasiun kalibrasi ini, diharapkan berikutnya dapat dibangun stasiun Continuously Operating Reference Stations (CORS) di wilayah Kampus ITB Jatinangor.
“Keperluan pemetaan di daerah Bandung dan sekitarnya, termasuk di daerah Sumedang akan lebih valid dengan adanya stasiun CORS ini,” pungkas Yan.
Dalam pertemuan ini, hadir pula beberapa perwakilan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kemen-ATR/BPN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR), dan Direktorat Topografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).
Semua peserta menyambut baik pembangunan stasiun kalibrasi ini, serta diharapkan ke depannya ada suatu Standar Operasional Prosedur (SOP) dan dokumen pendukung lainnya untuk mengatur utilisasi stasiun kalibrasi yang telah dibangun. (MN/LR)
Bandung, Berita Geospasial - Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam pembangunan pilar kalibrasi untuk Global Navigation Satellite System (GNSS), Total Station dan Electronic Distance Meter (EDM) bertempat di Kampus ITB, Jatinangor.
Stasiun kalibrasi ini merupakan stasiun pertama yang dimiliki oleh Indonesia untuk melakukan standarisasi alat sebelum dimulainya kegiatan survei dan pemetaan, sehingga diharapkan dapat meminimalisir risiko saat pengukuran akibat kesalahan dari instrumen yang digunakan.
Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW) BIG, Astrit Rimayanti, pada Rapat Koordinasi Pembangunan Stasiun Kalibrasi GNSS yang dilaksanakan hari Kamis, 2 Desember 2021 menyampaikan bahwa stasiun kalibrasi ini merupakan salah satu persyaratan yang wajib dilakukan guna memenuhi hasil kesepakatan penyelesaian Outstanding Boundary Problem (OBP) antara Indonesia–Malaysia pada pertemuan ke-42 di Bandung, serta untuk memenuhi hasil kesepakatan pertemuan teknis bulan April 2021 lalu antara tim teknis Indonesia–Malaysia yang merekomendasikan dilaksanakannya Independent GNSS Calibration.
“Selama ini Indonesia belum memiliki stasiun kalibrasi permanen, sehingga dengan pembangunan stasiun ini akan banyak membantu kegiatan perundingan batas darat. Untuk itu perlu dilakukan sinergi dan sosialisasi kegiatan ini agar memiliki daya guna, tidak hanya untuk BIG dan kementerian/lembaga, tapi juga bagi pihak akademisi dan industri geospasial,” ujar Astrit.
Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Irwan Meilano dalam sambutannya sangat mengapresiasi kerja sama pembangunan stasiun kalibrasi ini. Irwan menjelaskan bahwa lokasi pembangunan stasiun kalibrasi yang dilakukan di Kampus ITB Jatinangor ini, memenuhi syarat untuk pembangunan stasiun kalibrasi sesuai dengan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya.
“Merupakan kehormatan bagi kami untuk menjadi bagian dari proses penting dan mendukung kebutuhan nasional. Selain itu, kami juga berharap stasiun ini bisa digunakan untuk keperluan akademik dan penelitian,” tutur Irwan.
Yan Anugrah dari Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG) BIG menambahkan bahwa sebagai tindak lanjut dari pembangunan stasiun kalibrasi ini, diharapkan berikutnya dapat dibangun stasiun Continuously Operating Reference Stations (CORS) di wilayah Kampus ITB Jatinangor.
“Keperluan pemetaan di daerah Bandung dan sekitarnya, termasuk di daerah Sumedang akan lebih valid dengan adanya stasiun CORS ini,” pungkas Yan.
Dalam pertemuan ini, hadir pula beberapa perwakilan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kemen-ATR/BPN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR), dan Direktorat Topografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).
Semua peserta menyambut baik pembangunan stasiun kalibrasi ini, serta diharapkan ke depannya ada suatu Standar Operasional Prosedur (SOP) dan dokumen pendukung lainnya untuk mengatur utilisasi stasiun kalibrasi yang telah dibangun. (MN/LR)