Bogor, Berita Geospasial – Salah satu dampak lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja pada penyelenggaraan informasi geospasial nasional adalah redefinisi atas Peta Rupabumi Indonesia.
Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar BIG Moh Arief Syafi’i menjelaskan, secara substansi peta dasar atau Peta Rupabumi Indonesia kini mencakup wilayah darat, pantai, dan laut. “Secara nama, kita tidak akan lagi menggunakan istilah LPI (Lingkungan Pantai Indonesia) dan LLN (Lingkungan Laut Nasional),” jelas Arief saat memberikan arahan pada kegiatan FGD Penyelenggaraan Peta RBI wilayah pantai dan laut di Bogor, Senin, 7 Juni 2021.
Salah satu problem yang disoroti Arief dalam proses integrasi ini adalah mengenai garis pantai. “Garis pantai ini, ketika mengalami perubahan di lapangan, berdampak pada batas penutup lahan, batas wilayah administrasi pantai, juga garis pantai dan luas NKRI,” tutur Arief.
Kepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai BIG Yosef Dwi Sigit Purnomo menjelaskan bahwa garis pantai menjadi unsur penting yang menyatukan informasi geospasial di darat dan di laut. “Hubungannya dengan pasang tertinggi, surut terendah, dan muka laut rata-rata yang dihasilkan berdasarkan hasil pengamatan data pasang surut juga pengukuran data kedalaman,” jelas Sigit.
Sigit pun menjelaskan tahapan yang diperlukan untuk melaksanakan integrasi terdiri dari inisiasi, identifikasi pemangku kepentingan, konsep integrasi, dan implementasi. Dalam tahap inisiasi dibutuhkan koordinasi dan komitmen dari unit teknis. Selain itu, harus ada spesifikasi produk dan dokumen teknis juga aspek legal untuk melancarkan integrasi.
Pada tahap selanjutnya, Sigit menjelaskan BIG perlu mengetahui dengan jelas kementerian dan lembaga yang memanfaatkan Peta Rupabumi Indonesia.
“Sehingga integrasi ini mengakomodasi kepentingan setiap pemangku kepentingan. Peta Rupabumi Indonesia yang dihasilkan nantinya akan sangat berguna dalam memudahkan proses bisnis di tiap kementerian/lembaga tersebut,” tutur Sigit.
Untuk implementasi, tim kerja akan dibentuk untuk mengintegrasikan berdasarkan dokumen teknis yang mencakup standar, model, dan metode yang telah disusun sebelumnya. Implementasi pun perlu memikirkan rencana berkelanjutan. “Sehingga integrasi ini tidak berhenti, produknya terus dipertahankan, wilayah Indonesia tidak lagi dipetakan secara terpisah,” pungkas Sigit.
FGD Penyelenggaraan Peta RBI wilayah pantai dan laut ini dihadiri oleh perwakilan dari Pusat Hidro-oseanografi TNI Angkatan Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan internal BIG. (MAD/MN)