Bogor, Berita Geospasial – Badan Informasi Geospasial (BIG) menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) terkait pengayaan substansi rencangan pelaksanaan Penyelenggaraan Nama Rupabumi (PNR) pada 16-18 November 2020. Kegiatan ini diadakan untuk menjaring gagasan dan masukan guna memperkaya substansi rancangan peraturan pelaksanaan PNR.
“Pertemuan BIG dengan kementerian/lembaga (K/L), perwakilan pemerintah daerah (pemda), akademisi, dan praktisi kali ini merupakan bagian dari koordinasi dan sinergi PNR, terutama kaitannya dalam penguatan peraturan pelaksanaan PNR,” kata Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar (IGD) BIG Arief Syafii saat membuka acara, Senin, 16 November 2020.
DKT hari pertama membahas substansi rancangan peraturan pelaksanaan PNR yang difokuskan pada mekanisme kerja serta pembinaan, pemantauan, dan evaluasi PNR. Hadir pada sesi ini, yaitu perwakilan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, serta unit teknis terkait di BIG.
Sebagai pembuka sesi, Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BIG Ade Komara Mulyana menyampaikanisu strategis dan arah kebijakan PNR di Indonesia. Menurutnya, saat ini BIG bersama K/L terkait dan pemda tengah menantikan penetapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi.
“RPP tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi sudah berada di meja Presiden. Sehingga, secara paralel BIG menyiapkan berbagai aturan turunan atau pelaksanaan dari RPP tersebut,” jelas Ade.
Pada kesempatan tersebut, Ade juga menyampaikan sejumlah isu strategis PNR, di antaranya istilah nama rupabumi yang belum populer, integrasi nama rupabumi dengan informasi lainnya, hingga potensi nama rupabumi untuk pembangunan dan kedaulatan negara. Misalnya, penamaan Laut Natuna Utara pada Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 2017 sebagai salah satu langkah pendekatan diplomasi maritim Indonesia.
Pada sesi kedua, Koordinator Toponim dan Verifikasi Informasi Geospasial Partisipatif Harry Ferdiansyah menyatakan bahwa BIG akan menyediakan instrumen yang diperlukan dalam PNR dengan tetap berkoordinasi dengan K/L lainnya. Ia pun memaparkan tiga opsi mekanisme penyampaian hasil evaluasi kepada pemda.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Toponimi dan Batas Daerah Kementerian Dalam Negeri Sugiarto menyarankan, agar penyampaian hasil evaluasi teknis PNR kepada pemda disampaikan terlebih dahulu oleh Kepala BIG kepada Menteri Dalam Negeri.
“Agar Kemendagri dapat melakukan pembahasan internal terlebih dahulu dengan mempertimbangkan sejumlah aspek seperti politik dan sebagainya, kemudian ditindaklanjuti dengan mengeluarkan surat edaran dari Menteri Dalam Negeri kepada kepala daerah,” tandas Sugiarto.
Walaupun dilaksanakan secara daring dan luring, DKT berlangsung kondusif dan interaktif dengan adanya diskusi tanya jawab antara narasumber dengan peserta yang hadir. (DN/APP/IDN/NIN)