Cibinong, Berita Geospasial — Badan Informasi Geospasial (BIG) terus menunjukkan komitmen pada pengamanan data dan informasi geospasial dalam seluruh tahapan produksi peta dasar skala besar (1:5.000) untuk wilayah Indonesia. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar BIG, Mohamad Arief Syafii dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pengamanan Data dalam Produksi Peta Dasar” yang diselenggarakan di Aula Utama BIG, pada Senin, 6 Oktober 2025.
Arief mengatakan bahwa data geospasial merupakan aset bernilai tinggi yang memiliki peran vital dalam mendukung kebijakan pembangunan nasional. “Pengamanan data menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk memastikan data geospasial terlindungi dari potensi penyalahgunaan dan kebocoran, baik dari aspek teknis maupun kebijakan,” ujarnya.
Menurut Arief, pengamanan data dilakukan secara menyeluruh mulai dari tahap akuisisi, pengolahan, penyimpanan, hingga publikasi peta dasar. Untuk mendukung hal tersebut, BIG tengah mengembangkan Integrated Map Production Center (MPC) atau sistem produksi peta dasar berbasis cloud nasional yang terintegrasi. “MPC akan menjamin keamanan, efisiensi, dan standardisasi proses produksi peta dasar nasional, sekaligus menjaga kedaulatan data geospasial milik negara,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Primadiaz Normauntika dari Direktorat Keamanan Siber dan Sandi Pemerintah Pusat Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), menegaskan bahwa peta dasar skala besar merupakan bagian dari Infrastruktur Informasi Vital (IIV) Nasional. Oleh karena itu, pengelolaan dan penyimpanan data geospasial wajib memenuhi standar keamanan nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan BSSN Nomor 4 Tahun 2021 tentang Manajemen Keamanan Informasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2022 tentang Pelindungan Infrastruktur Informasi Vital.
“Keamanan siber harus dirancang sejak awal melalui kebijakan, sistem, dan budaya kerja yang terintegrasi. Security by design, not by accident, menjadi prinsip utama dalam melindungi data spasial strategis negara,” ujarnya.
Sementara itu, Letnan Kolonel (Letkol) CKE Herry Sulistyo Nugroho dari Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI) menyampaikan bahwa data geospasial merupakan bagian dari intelijen pertahanan yang mendukung operasi militer dan perlindungan wilayah. Ia menegaskan bahwa kebocoran data spasial berpotensi menimbulkan kerawanan operasional dan ancaman terhadap keamanan nasional. “Data geospasial memuat informasi sensitif yang berkaitan dengan lokasi strategis, pergerakan, hingga aset vital negara. Perlindungan berlapis menjadi keharusan agar data tersebut tidak disalahgunakan,” tegas Herry.
Selain aspek teknis, diskusi juga menyoroti pentingnya peningkatan kesadaran keamanan (security awareness) bagi seluruh pegawai dan pelaksana kegiatan pemetaan. Kesadaran akan pentingnya menjaga kerahasiaan dan integritas data menjadi bagian dari upaya kolektif untuk melindungi informasi geospasial nasional.
FGD ini juga menghasilkan beberapa rekomendasi strategis, antara lain perlunya pembentukan National Geospatial Data Security Framework (NGDSF) sebagai kerangka koordinasi nasional lintas lembaga dalam perlindungan data geospasial, serta penguatan kerja sama antara BIG, BSSN, BAIS, dan Kementerian Komunikasi dan Digital dalam penyusunan protokol pengamanan data yang komprehensif.
Reporter: Farrah Leovita Pangestu
Editor: Intan Pujawati