Jakarta, Berita Geospasial – Tumpang tindih lahan merupakan isu krusial karena kerap menjadi biang kerok dalam konflik agraria di Indonesia. Melihat hal itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid tekankan pentingnya implementasi Kebijakan Satu Peta (KSP) sebagai langkah strategis untuk mengatasi tumpang tindih lahan tersebut. Hal ini disampaikan pada pertemuan yang dihadiri Menteri Transmigrasi dan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) di Jakarta, pada 10 Januari 2025.
Nusron Wahid memberikan contoh kasus, banyak wilayah transmigrasi di Sumatra yang ternyata berada dalam kawasan hutan. Situasi ini menyebabkan konflik karena para transmigran telah lama bermukim di wilayah tersebut, namun lahan mereka belum memiliki kejelasan status hukum. “Apakah akan masuk ke hutan atau tetap sebagai kawasan transmigrasi? Masalah ini harus segera diselesaikan,” ujar Nusron.
Kepala BIG, Muh Aris Marfai, merespon dengan menyoroti peran vital KSP dalam mencegah dan menyelesaikan konflik lahan tersebut. Dengan peta yang terintegrasi, KSP dapat memberikan kejelasan tentang batas kawasan transmigrasi, hutan, dan bidang tanah lainnya. Hal ini dinilai penting untuk menghindari tumpang tindih antara Hak Pengelolaan Lahan (HPL), Sertifikat Hak Milik (SHM), dan Hak Guna Usaha (HGU).
“BIG siap mendukung penyediaan data spasial yang lebih detail, seperti peta dasar skala besar (1:5.000), untuk memastikan validitas data dan membantu pengambilan keputusan,” jelas Aris.
Pada kesempatan ini Kepala BIG juga membahas perkembangan proyek Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP), yang dibiayai oleh World Bank. “Proyek ini menggunakan teknologi canggih seperti LiDAR (Light Detection and Ranging) dan foto udara untuk pemetaan wilayah urban, rural, dan hutan di seluruh Indonesia. Diharapkan, pemetaan di Sulawesi dapat selesai pada Maret 2025 sebagai bagian dari target jangka panjang,” ungkap Aris.
Dalam rapat ini, disepakati pentingnya kolaborasi antarlembaga untuk menyelesaikan konflik lahan. Selain itu, Kementerian ATR/BPN akan membentuk tim kecil untuk mempercepat penyelarasan data, mengidentifikasi prioritas penyelesaian masalah, dan menyusun kebijakan baru jika diperlukan. (FRH/IP)