Jakarta, Berita Geospasial BIG - Penyusunan satu peta dilakukan antara lain melalui proses integrasi Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang telah tersedia di Kementerian/Lembaga terhadap Informasi Geospasial Dasar (IGD) pada skala 1 : 50.000 yang disediakan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Bagaimana proses intergrasi IGT terhadap IGD ini dibahas dalam Working Group 2, pada acara Pra Rapat Koordinasi Nasional bidang Informasi Geospasial di Hotel Bidakara pada Kamis, 14 April 2016.
Sejumlah permasalahan mengemuka dalam diskusi yang dipimpin oleh Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG, Tri Patmasari, juha didukung oleh Ade Komara Kepala Bidang Pemetaan Skala Besar, Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim dan Gatot Haryo Pramono Kepala Bidang Pemetaan dan Integrasi Tematik Laut, Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik, BIG. Sementara peserta rapat berasal BIG, Bappenas, Kementerian Perhubungan, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian Kementerian ESDM, BAIS TNI, BNPP, BMKG, LAPAN, BNPB, dan BPS.
Mengawali diskusi, Tri Patmasari menyampaikan urgensi dari integrasi IGT terhadap IGD terkait Kebijakan Satu Peta (KSP) yaitu agar dapat melakukan penataan ruang dengan lebih baik, menggunakan kualitas data yang lebih baik. Dengan adanya KSP ini diharapkan akan dapat menyelesaikan berbagai konflik terkait pemanfaatan ruang. Persepsi integrasi adalah menyiapkan data yang ada di BIG dan Kementerian/Lembaga (K/L) supaya siap untuk disinkronisasikan, dengan mengacu kepada referensi yang sama yang ditetapkan BIG dengan format KUGI (Katalog Unsur Geografi Indonesia). Data yang telah diintegrasikan ini selanjutnya akan digunakan untuk sinkronisasi. Tujuan dari WG 2 ini adalah untuk menyusun pedoman integrasi IGT terhadap IGD, sehingga 85 tema peta tematik yang telah dicanangkan dalam lampiran Perpres Nomor 9 Tahun 2016 itu akan dapat diselesaikan pada tahun 2019.
Dalam diskusi ini Ade Komara menyatakan bahwa peta dasar pada skala 1 : 50.000 ini secara kualitas sudah mengikuti ISO 19115/ISO 19157. Namun demikian, data yang digunakan tidak sepenuhnya merupakan data terbaru untuk seluruh Indonesia. Terkait dengan aspek ketelitian geometri, itu sepenuhnya menjadi tugas BIG. Sementara untuk kelengkapan data, IG bekerja sama dengan LAPAN untuk penyediaan data citra SPOT 6 dan SPOT 7 untuk korreksi data. Resolusi citra SPOT 6 dan SPOT 7 (1,5 meter) sangat cukup untuk memutakhirkan data untuk pemetaan tematik pada skala 1 : 50.000. Selain itu juga, aspek konsistensi logis perlu dipertimbangkan supaya data siap ditumpangtindihkan dengan data yang lain, sehingga semua data yang akan diintegrasikan harus bergeoreferensi.
Permasalahan teknis terkait integrasi data ini banyak mengemuka dan dibahas dalam diskusi di WG 2 ini. Beberapa permasalahan teknis tersebut antara lain adalah bagaimana jika terdapat kesalahan pada peta dasar karena perubahan garis pantai, ukuran lembar peta yang tidak sama dengan peta dasar, objek yang dipetakan berada di bawah permukaan seperti beberapa situs purbakala, hingga format data satu peta yang dihasilkan. Dalam diskusi ini juga dibahas bagaimana permasalahan-permasalahan itu diselesaikan dimana hasilnya akan dituangkan dalam sebuah dokumen Petunjuk Teknis Integrasi IGT terhadad IGD yang sedang disusun, dan dokumen ini akan dapat diluncurkan pada acara Rakornas IG pada 27 April 2016. (HR/TR)