Bogor, Berita Geospasial BIG - Segala sesuatu yang ada di dunia ini terus berkembang dan bergerak secara dinamis, termasuk dalam dunia pemetaan. Jika kita tengok sejarah pemetaan di Indonesia, sebelum menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG), sebelumnya bernama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), yang merupakan peleburan dari Dewan Survei dan Pemetaan Nasional (Desurtanal) dan Komando Survei dan Pemetaan Nasional (Kosurtanal) dan dibentuk pada tanggal 17 Oktober 1969. Pada awalnya BIG berada di bawah koordinasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti). Namun sekarang, seiring dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 Tentang BIG, kini BIG dikoordinasikan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang perencanaan pembangunan nasional yaitu Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Mengingat hal tersebut, tentunya perlu ada penyesuaian-penyesuaian di BIG. BIG sebagai penyelenggara utama Informasi Geospasial Dasar (IGD) di Indonesia, harus berbenah untuk menyesuaikan dengan berbagai kemungkinan yang terjadi.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dari itu dilaksanakan Focus Discussion Group (FGD) tentang “Identifikasi Kemungkinan Kondisi Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar Nasional Ke Depan” yang diselenggarakan pada Rabu, 3 Februari 2016 di Hotel Savero Golden Flower, Kota Bogor. Acara yang dihadiri para pejabat struktural BIG ini diadakan untuk menyusun masterplan atau rencana kerja IGD sebagai tugas utama BIG. Hadir juga pada kegiatan itu adalah Tim Konsultan Grand Design IGD BIG.
Kepala BIG, Priyadi Kardono dalam arahannya, menyampaikan bahwa BIG akan membuat Perpres baru dalam waktu dekat, salah satunya adalah Perpres mengenai lahan baku sawah, dimana semua itu membutuhkan peta skala 1 : 5.000. Demikian juga dengan produksi peta sesuai skala, harus disesuaikan dengan kebutuhan Kementerian/Lembaga (K/L) supaya tepat guna. Terkait peta desa, peta ini merupakan kebutuhan yang paling penting, karena desa sendiri adalah unit terkecil dari kesatuan wilayah, dan beberapa pihak-pihak di desa sudah bisa membuat peta tata ruangnya sendiri. Lebih lanjut, Priyadi Kardono juga menekankan agar peta RBI disertai dengan informasi garis batas wilayah yang sudah definitif atau paling tidak sudah menjadi batas kesepakatan. Khusus untuk Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP), serta Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG), disampaikan agar garis pantai harus diselesaikan untuk ditambahkan di peta Rupabumi Indonesia (RBI) yang akan dicetak serta menyelesaikan jaring kontrol horizontal dan vertikal.
Sementara itu, Dodi Sukmayadi Deputi Bidang IGD BIG, menyampaikan bahwa FGD ini sebagai wadah untuk menemukan langkah-langkah yang tepat untuk menjalankan rencana ke depan. Dengan dibuatnya Scenario-Based Strategic Planning, selanjutnya akan dibuat prosedur atau SOP-SOP untuk membuat langkah-langkah yang lebih nyata dalam penyelenggaraan IGD ke depan. Adapun setelah ini akan dilaksanakan FGD ke-3 dengan para pakar, setelahnya FGD ke-4 akan dilaksanakan dengan K/L.
Acara dijanjutkan dengan FGD yang dipandu oleh Hendri, dari pihak konsultan. Pihak konsultan diminta oleh BIG untuk mengadakan skenario untuk pelaksanaan IGD Nasional. Metode yang digunakan adalah Scenario-Based Strategic Planning dengan menggunakan skenario-skenario. Kerangka penyusunan dimulai dari rencana saat ini, untuk kemudian ditentukan ke depannya seperti apa. Barulah bisa ditentukan regulasi kebijakan yang dapat diambil. Metode ini digunakan karena metode ini sifatnya dinamis. Dengan adanya perubahan-perubahan organisasi, maka di situ diperlukan metode yang dinamis untuk membuat rencana-rencana ke depan. Konsep korporasi dalam organisasi pemerintahan adalah membentuk keunggulan kompetitif nasional/wilayah, membentuk layanan publik yang efektif serta membentuk iklim yang kondusif untuk aktifitas masyarakat. Pilihan masa depan itu banyak, jadi harus ada skenario-skenario yang menggambarkan kemungkinan-kemungkinan ke depan tersebut.
Kegiatan pembuatan Scenario-Based Strategic Planning, tepat bila dilakukan saat berada di posisi transisi. Masterplan ini akan dibuat untuk 15-20 tahun ke depan. Untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) akan digunakan rencana yang jangka waktu untuk 5 tahun. Paradigma untuk merubah strategi adalah memiliki kekuatan untuk meramalkan masa depan, dan menganggap strategi itu bagian dari masa lalu. Yang baik adalah dapat merencanakan pemikiran strategis dan fokus ke depan juga. Acara pada hari itu kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi. Para peserta yang hadir menyampaikan pemikiran-pemikirannya tentang kondisi yang ada, serta bagaimana seharusnya. BIG harus siap dengan setiap perubahan, tentunya untuk Indonesia yang lebih baik. (ATM/LR/TR)