Jakarta, Berita Geospasial – Program pendanaan dari Bank Dunia yang bertujuan untuk mempercepat reformasi agraria, meliputi administrasi lahan, tata ruang, serta penyediaan peta dasar skala besar sebagai fondasi berbagai kebutuhan strategis nasional, telah memasuki tahap kedua.
Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengadakan rapat koordinasi membahas proyek Integrated Land Administration, Spatial Planning, and Provision of Large-Scale Base Map (ILASP) periode 2025-2029 pada Jumat, 6 Desember 2024 di Kantor Kementerian ATR/BPN.
Dalam proyek ini, BIG akan memimpin implementasi penyediaan peta dasar nasional dengan alokasi dana mencapai USD 298 juta. Kepala BIG Muh Aris Marfai menegaskan kesiapan BIG dengan berfokus pada percepatan penyediaan peta dasar pada wilayah yang belum tercakup, dalam mendukung kebijakan tata ruang, mitigasi bencana, investasi, dan pengelolaan sumber daya berbasis data geospasial.
"Kami segera menindaklanjuti penyediaan peta dasar skala besar yang menjadi fondasi dalam mendukung administrasi lahan, tata ruang, mitigasi bencana, investasi, dan kebijakan berbasis data geospasial," ungkap Aris.
Penyusunan peta dasar skala besar untuk wilayah Sulawesi ditargetkan selesai pada tahun 2024 melalui pendanaan APBN. Sebelumnya, BIG telah memulai proses pengerjaan peta dasar skala besar di wilayah tersebut sebagai langkah awal untuk mempercepat penyediaan peta dasar di wilayah lainnya.
"Sulawesi ditargetkan akan selesai penyediaan peta dasar skala besarnya pada 2024. Selanjutnya, kami akan fokus pada percepatan penyediaan peta dasar skala besar di wilayah Kalimantan, Jawa, dan daerah lainnya," ujar Aris.
Hadir pada rapat koordinasi, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara memberi apresiasi atas perencanaan anggaran yang sudah matang, dan disusun melalui sinergi lintas kementerian dan lembaga (K/L), sehingga akan mudah dalam proses pengajuan pendanaannya ke Bank Dunia, serta pada saat implementasinya nanti.
"Kemenkeu pada dasarnya mendukung dan memfasilitasi jika pelaksana teknis sudah matang, dan siap dalam eksekusi rencana proyek ini. Apalagi rencana penganggaran proyek ini sudah dirancang dengan baik, dan terdapat kesamaan visi antar K/L. Hal ini akan mempermudah implementasi proyek ILASP, untuk mendukung percepatan pembangunan nasional," ujar Suahasil.
Sementara itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menekankan pentingnya pengelolaan proyek berdasarkan prioritas nasional. Untuk tahap awal, Nusron meminta berfokus pada Pulau Jawa ‘plus’, sebelum meluas ke wilayah lainnya.
"Pengelolaan proyek harus dilakukan berdasarkan prioritas nasional. Untuk tahun 2025, saya minta percepatan dimulai dari Pulau Jawa ‘plus’ sebelum dilanjutkan ke wilayah lainnya, mengingat pada kebutuhan tata ruang di Jawa dengan penduduknya yang padat, dan sudah sangat mendesak," kata Nusron.
Adapun proyek ILASP dirancang untuk menjawab berbagai isu utama dalam reformasi tata ruang dan pertanahan. Berdasarkan data ATR/BPN, Indonesia masih memiliki 14,4 juta hektar bidang tanah yang belum terpetakan paska Program Percepatan Reforma Agraria (PPRA). Selain itu, terdapat kebutuhan mendesak untuk menyusun 2.000 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang adaptif terhadap isu perubahan iklim, dan mendukung investasi.
Proyek ini nantinya juga akan memperkenalkan kadaster multiguna tiga dimensi (3D) untuk kepentingan tematik, seperti mitigasi bencana, serta modernisasi sistem informasi pertanahan yang lebih responsif dan berbasis teknologi. (RKI/LR)